Sebuah karikatur membuat saya tersenyum kecut. Digambarkan ada orang minta tolong karena hampir tenggelam. Ada seorang di darat tidak langsung menolong tapi bertanya terlebih dulu, “Agamamu apa?”.

Saya bersyukur lahir dan besar di lingkungan yang tidak begitu. Bukan agamamu yang menentukan kamu masuk surga atau tidak, tetapi bagaimana hidupmu dan apa yang kamu lakukan untuk sesamamu.

Kolese de Britto adalah contoh yang paling nyata. Sebagai sekolah yang mayoritasnya muridnya Katholik pernah mempunyai Presiden Alumni yang dua periode terpilih bernama Haji Datuk Sweida Zulalhamsyah.

Bukan itu saja. Mas Datuk, begitu biasa kami memanggil, sampai saat ini masih menjabat sebagai Ketua AAYI (Asosiasi Alumni Yesuit Indonesia), asosiasi yang menaungi ribuan alumni belasan sekolah-sekolah Yesuit.

Romo Joseph Ageng Marwata, bekas Rektor Kolese de Britto, berbagi cerita tentang seorang alumni yang bernama Haji Dr. R. Nawawi HadiKoesoemo. Beliau ini yang memenangkan lomba cipta logo Kolese de Britto.

Bukan itu saja menurut Romo Ageng. Pak Nawawi ini suatu hari pernah diminta oleh Uskup Agung Monsinyur Soegijapranoto untuk jadi notulis dalam Kongres Umat Katholik yang diadakan di Jogjakarta.

(Ditulis dalam rangka Ulang Tahun Kolese de Britto yang ke 69. Kolese de Britto sudah mengajarkan kepada saya filosofi “man for others”, dimana others-nya melintasi suku, agama, ras, dan antar golongan)

penulis : Handoko Wignjowargo