Rentetan peristiwa Bom Bali 2 yang terjadi pada bulan Oktober 2002 ternyata melibatkan sosok alumnus De Britto. Bukan hanya peran sampingan, sosok alumnus ini masuk dalam inti pusaran peristiwa yang terjadi 20 tahun silam. Adalah Ignasius Bambang Shakuntala, alumnus De Britto tahun 1983 yang biasa disapa sebagai Pak BS.
Lewat tulisan novelnya yang berjudul Mengejar Angin Pusar, Pak BS mengungkap kisah bagaimana prosesnya terlibat dalam pelacakan Amrozi Cs.
Pekerjaan sehari-hari beliau adalah pelukis. Kalau Anda berkunjung ke SMA Kolese De Britto, di sekitar lorong kapel terdapat deretan ilustrasi tentang karakter yang hendak dibentuk di De Britto. Deretan ilustrasi itu adalah contoh karya Pak BS. Kalau Anda berlangganan majalah Utusan, pada bagian belakang Anda akan menemukan cerita bergambar Pak Krumun, itu juga karya Pak BS.
Kembali pada cerita heroisme beliau, 2 hari setelah terjadi peristiwa Bom Bali 2, Pak BS diminta Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk membantu membuat sketsa pelaku Bom Bali 2. Sebelum peristiwa itu, beliau memang biasa diminta oleh Polda DIY untuk membuat sketsa pelaku tindak kriminal. Pekerjaan mengungkap pelaku Bom Bali 2 bukanlah hal gampang. Hampir tidak ada clue tentang siapa pelakunya. Lewat perjumpaan dan wawancara pada orang-orang dicurigai berhubungan dengan pelaku, Pak BS bisa membuat sketsa wajah pelaku, yang kemiripannya 80 persen. Soal bagaimana teknik dan prosesnya, kiranya lebih bijak bila Anda langsung membaca bukunya, Mengejar Angin Pusar.
Nama Bambang Shakuntala sampai saat ini tetap diingat oleh para petinggi Polri yang 20 tahun lalu terlibat dalam proses penanganan kasus Bom Bali 2, karena saat itu beliau satu-satunya ilustrator yang mampu membuat sketsa pelaku. Kasus pun terungkap relatif cepat, pelaku tertangkap kurang dari waktu 2 bulan. Ini jelas prestasi besar dalam penuntasan kasus terorisme. Bandingkan saja dengan kasus WTC tahun 2000. Osama Bin Laden sebagai otaknya baru tertangkap dan tertembak 11 tahun kemudian.
Prestasi ini membuat nama kepolisian republik kita kondang dalam urusan penanganan kasus terorisme. Salah satu aktor intinya inti, core of the core, adalah Pak Bambang Shakuntala, Alumnus De Britto.
Salah satu kiat yang beliau ungkapkan terkait karisma yang dimilikinya adalah olah hati nurani, mengasah spiritualitas. Ketika kita masih sekolah di De Britto, kita pun diajarkan mengolah hati nurani, entah lewat pembelajaran terstruktur Spiritualitas Ignasian, hingga perjumpaan-perjumpaan personal dengan romo pamong. Kepekaan nurani itulah yang membuat kita sebagai manusia dapat terkoneksi dengan Sang Ilahi.
Pak BS bercerita bahwa segala hal yang terjadi di muka bumi ini tetaplah bisa diungkap dan dipahami, karena segalanya terkoneksi satu sama lain. Untuk bisa masuk dalam koneksi itulah maka kita terlebih dahulu perlu memiliki koneksi yang kuat dengan Semesta, atau Sang Pencipta. Maka dari itu aspek spiritualitas dalam hidup tidak bisa dikesampingkan.
Beruntunglah kita yang telah mengenyam pendidikan di De Britto, karena minimal kita telah diperkenalkan dengan aspek spiritualitas selama masa SMA.