Tokoh pertama yang kuangkat dalam serial Tujuh Puluh Tokoh Alumni SMA Kolese De Britto adalah alm. Kris Biantoro. Lahir di Magelang, 17 Maret 1938 dengan nama Christoporus Soebiantoro, Mas Kris adalah alumni tahun 1955. Seniman serba bisa yang khas dengan salam ‘Merdeka’ nya itu tutup usia di rumahnya yang asri pada 13 Agustus 2013.
Karena salah satu niatan menyusun serial ini adalah untuk terciptanya dokumentasi yang semoga membuat perasaan cinta almamater dari para alumni makin mentok, hal ini sebenarnya hanya bisa dipenuhi kalau aku meng-interview si tokoh. Namun karena Mas Kris sudah meninggal dunia, sementara namanya ada di dalam listing, aku mencari akal.
Untung aku mengenal Arto Soebiantoro. Ia adalah putra bungsu pasangan Kris Biantoro – Maria Nguyen Kim Dung yang juga adalah alumni SMA Kolese Kanisius Jakarta dan kukenal sejak dua tahun silam saat berkunjung ke Sydney, Australia.
Niat untuk menggali bagaimana dulu alm. Mas Kris menceritakan almamater tercinta menjadi tajuk yang kami sepakati untuk dikulik.
Berdiskusi dengan Arto, yang juga adalah praktisi brand dan pemilik Brand Adventure Indonesia meski melalui WhatsApp adalah kesenangan tersendiri. Omongan kami nyambung dan ide terkoneksi dengan baik mungkin karena kami sama-sama anak ‘kolese.’
Tulisan ini memuat tiga bagian yang ketiganya semoga membangun chemistry yang kuat dan kenangan yang hebat dari seorang Kris Biantoro.
#1 Video perkenalan
Pertama adalah video perkenalan Arto tentang riwayat singkat ayahnya, Kris Biantoro. Kalian bisa menyimaknya di sini.
#2 Wawancara
Kedua, wawancara antara aku dan Arto yang penggalannya bisa kalian simak di bawah ini:
DV: Sebagai anak, hal apa yang pernah kamu dengar dari Mas Kris tentang kebanggaannya terhadap De Britto?
AS: Banyak. Tapi yang utama adalah nilai kepedulian pada orang-orang kecil, orang-orang yang kurang beruntung dan lebih membutuhkan. Dulu bokap kalau pergi ke acara-acara selalu nyiapin uang tips untuk orang-orang seperti satpam dan cleaner. Hal itu dijadikan sebagai cara untuk mengapresiasi orang kecil dan nilai-nilai itu didapatnya ya dari semangat ‘Man for others’ di De Britto.
Hal itu juga diajarkan ke anak-anak?
(Mas Kris Biantoro dan Tante Kim dikaruniai dua orang putra, Invianto Soebiantoro dan Arto Soebiantoro. Invianto yang juga lulusan SMA Kolese Kanisius angkatan 1988 meninggal dunia pada Februari 2015, satu setengah tahun setelah kepergian Mas Kris. –red)
Betul. Kita diajarkan untuk tak hanya melihat ’the good’ tapi juga the bad and ugly dari satu hal. Bokap selalu ngajarin kami untuk bisa duduk dengan siapapun dari pejabat hingga orang kecil.
Selama masa sekolah di De Britto, adakah hal-hal yang diceritakan Mas Kris ke kamu, To?
Bokap dulu ambil jurusan Bahasa Perancis. Jurusan yang tak terlalu seksi di De Britto tapi hal yang lantas jadi bekal untuk berinteraksi dengan banyak kawan ketika bokap studi dan bekerja di Sydney, Australia.
Bokap juga cerita dulu ia nggak punya uang ketika sekolah di De Britto. Tiap pagi dan sore selalu mengayuh sepeda sepanjang 42 km dari Magelang (rumahnya -red) ke De Britto. Saking nggak punya duitnya, bokap untuk minum pun mengambil air kran dari stasiun.
Ada satu hal unik yang selalu diingat bokap. Di kantin De Britto dulu ada seorang Simbok penjual rempeyek kacang. Bokap seneng banget rempeyek itu tapi tak punya uang untuk beli.
Karena kebaikan hati Si Simbok, Bokap diperbolehkan makan gratis dengan catatan, selama rempeyeknya pecah.
Bokap muncul akal! Ia diam-diam memecah rempeyek di dalam kaleng lalu bilang ke Simbok bahwa ada rempeyek yang pecah sehingga iapun diijinkan makan secara gratis.
Tiga puluh tahun kemudian, ketika bokap sudah jadi ‘seseorang’, ia mampir ke De Britto, bertemu dengan si Mbok lalu ‘mengaku dosa’ tentang semua itu dan membayar sebanyak-banyaknya.
Kalau bokap sekolah di De Britto dan bangga dengan almamaternya, kenapa kamu dan alm Kakak dulu nggak sekolah di De Britto?
Simply karena kami tinggal di Jakarta. Kalau kami ada di Jogja tentu bokap menyekolahkan kami ke De Britto. Bokap menganggap nilai-nilai yang diajarkan di Kanisius tentu sama dengan De Britto karena sama-sama kolese-nya dan sama-sama asuhan pastor Jesuit.
Apa bokap dulu juga kerap aktif dalam kegiatan alumni De Britto?
Yup! Bokap membangun jaringan De Britto dengan banyak sahabat di Jakarta termasuk dengan kawan-kawan angkatan 1955-nya.
Dulu sering datang juga ke acara-acara alumni termasuk sering ngobrol dengan Pak Datuk (Mas Haji Datuk Sweida Z – JB 1973) yang waktu itu menjabat sebagai ketua alumni.
#3 ‘Kunjungan singkat’
Aku ‘berkunjung’ ke rumah alm. Mas Kris Biantoro yang asri dan begitu njawani di kawasan Cibubur Jakarta Selatan. ‘Kunjungan’ itu memberikan chemistry lebih dalam lagi tak hanya tentang bagaimana Mas Kris dulu hidup tapi juga bagaimana legacy yang diturunkan beliau dirawat dengan sangat baik oleh Tante Kim dan Arto serta keluarga besar Brand Adventure Indonesia yang berkantor di rumah berarsistek Jawa ini.
Simak video di bawah ini:
Bagi Tuhan dan bangsaku,
DV,
Alumni SMA Kolese De Britto Yogyakarta 1996
sumber : https://dv.fyi/mas-kris-biantoro-alm-mengapresiasi-orang-kecil-sebagai-wujud-man-others/