DOKUBRITTO
Melek perdokuan menjamah saya jauh waktu setelah saya lulus dari SMA Kolese de Britto. Tepatnya saat 20 tahun menyandang predikat alumnus.
Semasa sekolah di De Britto, rasa saya, pengetahuan tentang keuangan saya serap sambil lalu. Bukan karena guru tidak piawai menerangkan, melainkan barangkali karena topik ini belum cukup seksi pada masa itu. Saya merasa, panutan nilai “preferential option for the poor” lebih condong saya pahami sebagai berempati kepada kaum miskin dengan tidak melulu memburu doku.
Apalagi selepas dari JB, pilihan profesi saya begitu sensitif akan uang: jurnalis. “Batas api” antara redaksi dengan divisi bisnis membikin saya alergi untuk mengedepankan uang dalam urusan pekerjaan. Uang dianggap racun yang mematikan jika diasup. Meski… diam-diam, ratap-sungut betapa profesi ini tak layak menghidupi dari sisi materi mendayu-dayu pilu. Lalu yang melacur menukar kartu pers dengan amplop dengan dalih pemilik media abai pada kesejahteraan mereka.
Pada profesi saya, uang diperebutkan. Antara mau dipeluk sekaligus mau ditendang. Ditendang pun bolanya diikat tali sehingga tak lari ke mana.
Panjang cerita, dan saya tak hendak memperpanjang.
Dari teman-teman De Britto, Teddy W Laurentius Donny Verdian Antonius Budhi Kristiawan, saya mulai melek keuangan. Kami mendirikan “financial technology start up” IDOKUDOKU sejak 2016 dan EASYDOKU sejak 2017. Lewat kompetensi saya sebagai penulis, saya berkesempatan mengunduh keilmuan dan kecakapan seputar perdokuan dari sahabat-sahabat saya yang sudah terlebih dulu ambyur di bisnis investasi, perbankan, dan asuransi. Ada yang trader saham, agen asuransi, dan perencana keuangan.
Berproses bersama di perusahaan ini, didukung jejaring pendekar-pendekar finansial nasional, dan lebih-lebih merasakan betapa pesat pertumbuhan bisnis ini, saya semakin optimistis bahwa industri ini sangat menjanjikan di masa sekarang dan masa yang akan datang.
Tirai ini terbuka di depan mata saya: “Keberpihakan pada kaum miskin hanyalah khayalan tanpa pahami perdokuan sebagai gerakan pembumian.” Keberlimpahan doku bukan tujuan, melainkan sarana mencapai tujuan. Gunakan sarana sejauh membantu mencapai tujuan, demikian pesan Ignatius, yang prinsip dan dasarnya memayungi roh pendidikan di kolese.
Kesadaran ini kami tularkan kepada adik-adik siswa Kelas XII SMA Kolese de Britto yang ikuti “orientasi profesi” di bisnis finansial, kemarin (10/10/2017) di Kampus Jalan Laksda Adisutjipto 161, Yogyakarta. Teddy, CEO IDOKUDOKU dan EASYDOKU, mempresentasikan peta bisnis perdokuan bersama teman-teman alumni beragam profesi lainnya.
Terima kasih kepada guru-guru SMA Kolese de Britto yang menyediakan ruang berbagi bagi kami. AMDG: Ayo Melek Doku, Gan!
Jogja, 11 Oktober 2017
AA Kunto A CoachWriter