PAK WID…

Jamanku dulu sekolah di De Britto dulu, ia belum dikenal sebagai ‘Pak Bendrad’, masih ‘Pak Widi’ untuk membedakannya dari ‘Cak Wid’ (Widi Noegroho) yang guru Bahasa Inggris.

Jaman dulu, Pak Widi juga belum pake topi ala Pak Tino Sidin dan belum berpipa cangklong seperti sekarang, masih ‘biasa’…

Cara ngajarnya sudah unik, ‘sok penting’ seolah seni lukis adalah matematika dan fisika meski akhirnya aku sadar apa yang diajarkan Pak Widi memang penting betulan karena dalam ‘Gambar Perspektif’, ilmunya ternyata nyambung dengan keduanya: matematika dan fisika!

Ada dua hal yang selalu kukenang dengan tawa mengingat Pak Widi.

Pertama, Suatu waktu dia ngajar lalu pamit keluar sebentar, “Saya kembali lima belas menit! Ojo rame!”

Kami kompak menjawab, “Ya, Pak!”

Ketika ia keluar, buku catatan nilai yang berisi daftar nilai kami tertinggal.

Salah satu teman punya ide, “Yuk! Kita ganti nilai kita karena ia mencatat nilai dengan pensil! Bisa disetip lalu diganti sesuka kita!”

Kami lalu ‘raya’an’ mau mengganti nilai, aku tak terkecuali! Nilai yang biasanya 6 dan 7 kuganti jadi 8 dan 9 dengan leluasa toh ia pamitnya lima belas menit lamanya.

Operasi ‘senyap’ itu berhasil! Ia kembali dan tak curiga sama sekali! Saat penerimaan rapor, nilai seni lukis yang biasanya 7 jadi 9!

Kedua, saat aku kelas tiga, Pak Widi juga mengajar mata pelajaran olahraga. Tapi karena kebijakan sekolah, untuk siswa kelas tiga, mata pelajaran olahraga dijadikan ‘hiburan’. Kami bebas memilih permainan lalu bermain, 45 menit saja lamanya.

Suatu siang kami sekelas protes ke Pak Widi. “Pak! Capek! Malas olahraga!”

“Nggak bisa! Ayo ke lapangan, sepakbola!”

Ya udah kami nurut saja meski di lapangan kami sepakat ‘ngerjai’ Pak Widi dengan tak menendang bola sedikitpun, kami ngobrol satu sama lain membiarkan bola dan dia kebingungan! Tapi akhirnya Pak Widi, hanya bisa geleng-geleng kepala dan tertawa, bisa apa?

Lama tak terdengar kabar tentangnya, sore tadi, Vinca (Giovanni Batista) kawanku di SMA dulu (dia sekolah di Stella Duce 1) mengabariku bahwa Pak Widi berpulang! Aku menerima kabar saat sedang berlibur menikmati salju bersama keluarga di kawasan alpin Australia, Mt Buller!

Mataku sebak berkaca mengingat Pak Widi yang begitu baik, lugu dan apa adanya.

Terakhir kali aku kontak dia saat Pak Widi sedang berkunjung ke Perth, Australia Barat untuk menjenguk anak, menantu dan cucunya. Melalui pesan di FB, aku mengundangnya untuk berkunjung ke Sydney tapi dia berujar bahwa sedang sibuk ngurus cucu, “Suk wae!”

Selamat jalan, Pak Guru Bernadus Widiyanto!

Kini engkau tentu sudah ada di rumahNya yang abadi dan untuk selama-lamanya, jiwamu bersemayam dalam keabadianNya.

Sugeng tindak, sugeng kondur! Salam nggo bapak lan ibuku, Pak!

Muridmu,

Donny Prima Verdian
(1-6, 2 Fisika 4, 3 Fisika 1, 1993-1996)