Rencana Persembahan Artefak Budaya dari Alumni De Britto
kepada SMA Kolese De Britto pada HUT SMA Kolese De Britto 19
Agustus 2019
Oleh: Tim Kegiatan Pametri Budaya Nusantara Alumni JB (HAN-MDT)
“Mengenalkan dan mempertahankan budaya itu penting, supaya manusia bisa mengenal dirinya sendiri dan bisa saling menghargai satu sama lain.” (Maisie Junardy – Man’s Defender)
Di jaman millenial ini, budaya sebagai jatidiri dan identitas bangsa, semakin sedikit yg melestarikan atau bahkan mengakuinya. Yang mengakibatkan manusia semakin jauh dari pengenalan nilai-nilai luhur akan manusia itu dan semakin tidak beradab dalam hubungan antar manusia.
Dalam keprihatinan ini, Alumni JB yg tergabung dalam WAG Pametri Budaya Nusantara mencoba menggali nilai-nilai filosofi dari misi dan visi Sekolah Kolese De Britto, dan mewujudkannya dalam artefak budaya agar nilai dari hasil pendidikan di bangku Kolese De Britto, selalu diingat, dipegang teguh dan menjadi bekal dalam saling menghargai (man for and with others).
Artefak budaya yg akan diwujudkan sebagai pengingat bersama ini salah satunya adalah Wayang Kulit St. John de Britto yg hari ini kita peringati. Wayang kulit Santo John de Britto saat ini digambarkan dengan mengambil wujud dari beberapa sumber, yakni dari Patung St. John de Britto, lukisan St. John de Britto, dan pustaka pendukung mengenai wujud dan karakter St. John de Britto. Wayang St. John de Britto diwujudkan dengan model stilasi wayang, sebagai bagian dari khasanah budaya Nusantara.
Wujud wayang yang diambil adalah ukuran wayang pandhita katongan, yang disesuaikan dengan postur tubuh St. John de Britto yang tegap. Bentuk praupan diwujudkan dengan mripat dhelen dan irung wali miring yang disesuaikan dengan bentuk tubuh, dan menggambarkan karakter St. John de Britto yang tegas, memegang teguh prinsip, berwawasan luas, memiliki daya juang dan keberanian yang tinggi. Wok (jenggot) menggambarkan wibawa, kedewasaan, dan kematangan sebagai seorang Santo. Wujud katongan pandhita ini menunjukkan bahwa St. John de Britto adalah seorang imam Yesuit, seorang pemimpin pelayanan, yang mengedepankan servanthood leadership.
St. John de Britto digambarkan mengenakan sandhangan Brahmana yang terdiri atas kethu, jubah, celana, sampir, dan theklek. Pakaian Brahmana sesuai dengan sumber pendukung digunakan St. John de Britto dalam karyanya di India, sebagai bentuk Ketuhanan yang kontekstual. St. John de Britto membaur dengan masyarakat India pada zamannya dalam pewartaannya. Ia menjadi garam dan terang, tanpa perlu membuat masyarakat India menjadi orang Eropa. Kethu atau ikat kepala merupakan perlambang seorang pandhita atau imam yang memiliki kematangan, kekuatan, dan kedewasaan berpikir yang menunjukkan bahwa St. John de Britto tidak mudah diombang-ambingkan oleh sesat pikir. Jubah pandhita merupakan pakaian yang dikenakan oleh karakter wayang St. John de Britto, menunjukan bahwa ia adalah tokoh yang mengerti ageman (pakaian) atau identitas dirinya, sebagai seorang manusia, di hadapan Tuhan dan sesama. Ornamen sampir diberikan sebagai identitas keimamannya, melengkapi tali Singel dalam stilasi uncal wastra sebagai tanda kemurnian dan mengikat diri pada tiga kaul. Celana yang dipakai menggambarkan sikap cekatan, tidak malas, tidak takut, dan tidak malu. Theklek sebagai alas kaki digunakan sesuai dengan literasi mengenai alas kaki St. John de Britto, dan juga sebagai gambaran akan kasut kerelaan hati untuk mengabarkan Warta Sukacita. Penggunaan theklek sendiri sudah muncul dalam beberapa tokoh Wayang Purwa, Gedog, dan Menak.
Wayang St. John de Britto juga kami cirikan berbeda dari wujud rupa wayang yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan dua ikon utama yakni sumping Roh Suci dan Salib di bagian dada. Sumping Roh Suci di telinga adalah simbol St. John de Britto adalah seorang tokoh yang mau dan bersedia masuk dalam panggilan Allah, serta peka dan taat akan firman-Nya. Sumping Roh Suci ini juga sebagai tanda bahwa St. John de Britto kasinungan Roh Kudus yang mengarahkan bahwa St. John de Britto adalah tokoh yang berhati nurani benar. Salib diwujudkan sebagai simbol seorang Imam Serikat Yesus, yang sepenuhnya mencontoh teladan Sang Kristus. Salib juga memiliki makna bahwa dalam hidup sepenuhnya adalah untuk makin besarnya kemuliaan Allah. Ikon salib juga menggambarkan bahwa St. John de Britto mau memberikan dirinya dan nyawanya, seperti Kristus bagi umat-Nya, menjadi man for and with others.
Demikianlah kiranya rencana usaha persembahan artefak budaya dari Alumni De Britto yang bisa kita wujudkan bersama. Maka dari itu, kami mengajak segenap Alumni JB dan Civitas akademika Kolese De Britto, sejenak merenungkan nilai yang terkandung dalam artefak budaya ini agar hidup nyata di dalam karya kita sehari hari.
Dukungan atas usaha persembahan artefak budaya ini dapat menghubungi:
Susetyo Rahardjo / Ustok JB 1982 : +62 818-0807-1010
Prasetyo Yulianto / Tyo JB 1991 : +62 811-295-031
Mateus Didik Trihadi / Didik JB 1998 : +62 817-944-9768
Henokh A. Ngili / Henokh JB 2013 : +62 822-2345-7726

Daftar Pustaka
Heuken, Adolf. 1991. Ensiklopedi Orang Kudus: dari A – Z. Jakarta: Cipta Loka Caraka
Leonard, P. 1947. John de Britto, SJ. The Irish Monthly, Vol. 75, No. 886 (Apr., 1947), pp. 161-167
Prat, Jean Marie. 1853. Histoire du bienheureux Jean de Britto de la Compagnie de Jésus: Missionnaire du Maduré et martyr de la foi; Composée sur des documents authentiques. Paris: Societe de Saint-Victor
Scheneiders, N.M. 2018. Orang Kudus Sepanjang Tahun. Jakarta: OBOR
Soetarno dan Sarwanto. 2010. Wayang Kulit dan Perkembangannya. Surakarta: ISI Press
Solichin, Joko Siswanto, Kasidi Hadiprayitno, Suparmin Sunjoyo, Sri Teddy Rusdy, Hari Suwasono, Slamet Sutrisno, Suyanto, Mikka Wildha Nurrochyam, dan Eddy Sulistyono. 2016. Filsafat Wayang Sistematis. Jakarta: Senawangi. ISBN 978-602-6994-10-3
Sudjarwo, H.S., Sumardi, dan U. Wiyono. 2010. Rupa dan Karakter Wayang Purwa. Jakarta: Kaki Langit Kencana
Sulardi. 1953. Gambar Printjening Ringgit Purwa. Jakarta: Balai Pustaka.
Sutarno, Sutrisno, Bambang Murtiyoso, Bambang Suwarno, Sri Joko Raharjo, Sarwanto, Sudarko, Catur Tulus, Sukardi, Sumanto, dan Rahayu Supanggah. 1978. Wanda Wayang Purwa Gaya Surakarta. Surakarta: Akademi Seni Karawitan Indonesia
Tim Senawangi. 1999. Ensiklopedia Wayang Indonesia. Jakarta: Senawangi