Minggu pagi itu, saya bangunkan beliau setelah lelah pada malam harinya melakukan perjalanan pertama kalinya menggunakan pesawat menuju Ibu Kota dlm rangka menghadiri acara “Kumpul Guyub Dulurss Manuk Jabodetabek” , 21 Agustus 2016 di Kampung Aer ,Serpong.

Kami sebelumnya memang kerap bertemu utk sharing mengenai hidup dan kehidupan, dan pagi itupun kami menyempatkan diri mengupas hidup kami.

Tongjit, nama yg menjadi legenda hidup perjalanan Kolese De Britto selama 32 tahun dari tahun 1970 sampai 2002 memang fenomenal. Beliau bukanlah Guru ataupun pemegang kekuasaan dlm menilai hasil belajar siswa, namun semua yg pernah hidup di Kolese De Britto pastilah mengenalnya.

Hal itu tak lepas dari kebiasaan beliau untuk mengisi kelas2 yg kosong ketika guru sedang berhalangan hadir dan mengisi hati siswa dgn bahasa yg lugas namun merupakan suatu pegangan hidup.

Pagi itupun kami bercengkerama sejenak, beliau mengungkapkan betapa bahagia dan beruntungnya diundang dalam acara tersebut, beliau merasa bukanlah siapa-siapa -apalagi setelah purnakarya dari sekolah- tapi masih diingat dan diperhatikan. Dari ungkapan hati beliau pagi itulah kami mencoba mencari-cari hal apa yg menjadi sebabnya.

 
Setelah sejenak berbincang, setidaknya ada 2 hal yg bisa saya tuliskan disini yaitu; seorang Tongjit bukanlah siapa-siapa. Dengan kerendahan hati, beliau menjalani tugas-tugas dengan tetap bersemangat. Beliau sungguh berterimakasih kepada komunitas Yesuit sebagai ibu dari Kolese kita tercinta. Dalam kerendahan hati dan rasa syukur itulah beliau memodali diri untuk bisa diterima oleh segenap civitas akademika Kolese De Britto.

 
Seorang Tongjit memposisikan diri sebagai tempayan yg besar, yg bersedia mendengarkan keluh kesah siswa siswa yg datang kepadanya, tak peduli kaya-miskin, dan bentuk fisik seperti apa; dan beberapa untuk meminta nasihat menyangkut banyak hal. Apa yg beliau punya, dibagi dengan ikhlas tanpa beliau ingat dan harap kembali.

Sayang pagi itu begitu singkat, kami harus bergegas menyiapkan diri menghadiri Misa di acara “Kumpul Guyub Dulurss Manuk Jabodetabek”. Namun dua hal dari hidup Tongjit itu, kerendahan hati (we are nothing) dan kemurahan hati semoga dapat menjadi pegangan segenap manuk De Britto untuk mengisi hidup ini dan menjalin persaudaraan sejati.

Tetap sehat dan terimakasih untuk Om Ignatius Mudjiyono ‘Tongjit’ Suisman.

[DT]
Cikarang, 23 Agustus 2016
Salam AMDG